Ada berita yang bikin kita merinding dan ngerasa nggak percaya sama apa yang kita baca. Seorang pria di Rejang Lebong, berinisial HPS (33), ketahuan melakukan tindakan bejat pada anaknya sendiri. Ceritanya, si anak ketahuan VCS sama pacarnya—sesuatu yang memang salah dan memprihatinkan. Tapi yang bikin hati tambah miris adalah, alih-alih marah sebagai orang tua atau kasih nasihat, HPS justru memilih jalan yang lebih absurd dan menjijikkan. Bukannya melindungi, dia malah berbuat keji pada anaknya sendiri.
Aksi bejat HPS ini nggak berhenti sampai di situ. Ketika dia lagi "melakukan," ternyata istrinya masuk dan ngelihat langsung kejadian tersebut. Bukannya berhenti atau merasa bersalah, HPS malah langsung kabur ke belakang rumah! Bayangin aja, bukannya ngaku salah atau minta maaf, dia malah milih buat lari kayak pengecut.
Nggak pake lama, istrinya langsung lapor ke polisi. Bisa dibayangin, trauma dan rasa sakit yang harus dialami oleh si anak dan istrinya ini. Ini bukan cuma soal pengkhianatan kepercayaan, tapi udah masuk ke level kehancuran mental dan emosi yang bakal sulit banget buat dipulihkan. Rasanya kayak nonton drama paling gelap yang pernah ada, tapi sayangnya ini bukan fiksi.
Kita sering dengar nasihat bahwa rumah adalah tempat paling aman. Tapi, gimana kalau justru di dalam rumah itu ada predator yang mengintai? Kasus HPS ini jadi contoh nyata bahwa ancaman terhadap anak-anak nggak selalu datang dari luar. Kadang, justru orang yang paling dekatlah yang jadi ancaman paling besar. Orang tua yang seharusnya jadi pelindung, malah berkhianat dalam bentuk paling mengerikan.
Buat banyak orang, ini mungkin bikin kita mikir ulang tentang arti perlindungan. Anak-anak yang seharusnya bisa merasa aman dan nyaman di rumah sendiri, malah harus menghadapi ancaman dari sosok yang seharusnya jadi tempat berlindung. Ini jelas bukan soal "didikan" atau "pengawasan" lagi—ini udah level pelanggaran kemanusiaan yang nggak bisa ditoleransi.
Kita sebagai masyarakat harus lebih peka sama tanda-tanda kekerasan atau keanehan di sekitar kita. Nggak semua anak berani speak up, apalagi kalau pelakunya adalah orang tua mereka sendiri. Kita semua tahu, anak-anak seringkali merasa terjebak dalam situasi kayak gini karena mereka nggak punya kuasa atau suara untuk melawan. Kalau kita lihat ada sesuatu yang aneh di lingkungan kita, jangan tinggal diam. Ini soal masa depan dan keselamatan anak-anak yang nggak bisa mereka lindungi sendiri.
Kita Punya Peran dalam Melindungi Generasi Selanjutnya
Kasus ini seharusnya jadi pengingat buat kita semua. Bukan cuma buat marah atau prihatin, tapi juga buat lebih peduli dan tanggap terhadap anak-anak di sekitar kita. Kita nggak bisa ngubah kejadian yang udah terjadi, tapi kita bisa jadi bagian dari perubahan supaya nggak ada lagi korban yang harus mengalami hal serupa.
Ingat, anak-anak adalah tanggung jawab kita semua. Kalau tahu ada yang nggak beres, laporkan! Bukan soal ikut campur, tapi soal menjaga masa depan mereka dari orang-orang yang nggak layak disebut pelindung. Jangan tunggu sampai kejadian kayak gini terulang lagi.